Inspirasi: Modifikasi Busana ala Peranakan Tionghoa

 Sebuah kolaborasi dari tiga orang desainer anggota APPMI, pagelaran show bertajuk “Beauty Treasure”. Menelusuri indahnya kekayaan sejarah negeri ini melalui kisah sejarah peranakan Tionghoa yang unik dan mengagumkan.
“Berawal dari perjalanan saya ke museum peranakan Tionghoa di Singapura, saya begitu kagum tempat ini menyimpan kebaya, perhiasan dan keramik, yang lebih membuat saya makin kagum, kebanyakan di antaranya berasal dari Indonesia,” begitu ungkap Jeanny Ang kepada awak media sebelum memulai show. Sementara itu, peranakan Tionghoa merupakan bagian kehidupan Rudy Chandra karena ia masih memiliki darah peranakan tersebut. Masih sekitar perjalanan menangkap ide ini, Deden mengungkapkan bahwa hal ini memberikannya wacana baru. Ia melihat keunikan Cina Peranakan pada museum peranakan tersebut, mulai dari gambaran kelahiran hingga kematian, hal ini juga yang akan ditampilkan pada show malam itu.
Foto: dok. Vemale.com
Komunitas dan budaya peranakan telah berkembang di Indonesia sejak akhir abad ke-15. Percampuran budaya yang paling kaya ini merupakan asimilasi antara imigran Cina dengan Jawa, Belanda, Inggris, Arab, India, Melayu dan Portugis. Dan menilik perkembangan busananya, kaum wanita peranakan memakai kain batik dan kebaya yang kemudian dikenal luas di dunia sebagai kebaya Nyonya.
Selama satu tahun persiapan, berdasarkan beberapa catatan sejarah panjang dari Tionghoa peranakan, tiga desainer ini mewujudkan pagelaran busana bertajuk “Beauty Treasure” yang berlangsung sukses pada 14 Juni 2012 di Hotel Mulia Senayan.
Koleksi yang terbagi dari beberapa fase kehidupan hadir dalam gaya remaja yang feminin, berbunga – bunga, penuh keceriaan warna yang mengagumkan. Diwakili oleh koleksi Jeanny Ang yang menampilkan 25 set busana wanita, terbagi dalam 3 sesi show. sesi pertama menampilkan 7 set mini dress, sesi kedua menampilkan 9 set gaun kebaya, dan sesi akhir menampilkan 9 set gaun Cina. Rangkaian ini juga terinspirasi dari Festival Lentera yang penuh kemeriahan dan energi positif, dalam warna pink, hijau, biru, kuning dan orange.
Material kain batik yang digunakan sebagian besar menggunakan teknik cetak khusus untuk mendapatkan motif batik yang serupa pada dua sisi kain. Motif - motif itu juga dipertegas dengan teknik bordir, terinspirasi motif dan warna kebaya peranakan berefek tiga dimensi. Koleksi Jeanny Ang hadir dalam paduan atasan - atasan tanpa lengan dan ada pula yang berlengan pendek dengan detail bordir, bawahan rok mini bervolume, pencil skirt juga gaun panjang dengan bagian bawah bersiluet mermaid.
Foto: dok. Vemale.com
Rudy Chandra dengan 25 set rancangan, terinspirasi dari ornamen - ornamen estetika pada bangunan bersejarah, keramik dan perabotan dari budaya peranakan Tionghoa di Indonesia. Dalam bentuk ornamen maupun warna dan tekstur yang dimunculkan, Rudy Chandra mencoba menerapkan unsur-unsur tersebut ke dalam koleksi rancangannya kali ini.
Dalam beberapa rancangan, bentuk - bentuk ornamen tersebut diwujudkan dalam garis rancangan yang simple, feminin dan elegan yang menonjolkan kharisma seorang wanita dewasa, matang dan penuh percaya diri. Koleksi dengan potongan A-line, pencil skirt, dan dress panjang yang membingkai lekuk tubuh dengan siluet mermaid menjadi perwujudan kesan yang ingin ditampilkan itu. Permainan material melalui jacquard, chiffon, organza silk, batik Lasem, brokat dan taffeta dengan warna merah tembaga, coklat keemasan, emas dan biru metalik, serta batik 2 sisi semakin memperkuat ornamen yang ingin ditonjolkan.
Koleksi Deden Siswanto menjadi penutup show, dengan 25 set busana wanita dan pria yang menggambarkan masa kegundahan, kerisauan hati, dalam warna – warna terang. Nampak proses asimilasi budaya yang tentu saja juga memiliki sisi gelap, misterius dan sering kali berbenturan dengan tradisi dan kebiasaan masyarakat setempat. Rangkaian perjalanan cinta dua manusia dari dua latar budaya berbeda (pendatang dan setempat) yang dalam prosesnya tidak berjalan mulus juga menjadi inspirasi rancangan ini. Proses yang bisa kita 'baca' melalui siluet dan potongan asimetris menggambarkan sesuatu yang mendobrak tradisi, namun muncul juga siluet dan motif – motif simetris khas Cina yang menggambarkan keseimbangan.
Material tekstil didominasi kain organza, suede dan voile, material yang tidak berkesan berat dan tetap terlihat ringan. Diterapkan dengan teknik layering menggunakan kain – kain yang diolah kembali menggunakan berbagai teknik. Di antaranya adalah digital print, ragam aplikasi, hand painting, dan steaming. Untuk material batiknya, Deden juga menggunakan batik dua sisi.
(vem/ana/miw)

Komentar